Jumat

Cara Menghilangkan Jerawat


AddThis Social Bookmark Button
E-mailCetakPDF
Untuk yang memperhatikan penampilan, mengobati jerawat di muka tentu sangat menjengkelkan , terlepas atau tidak banyak bekas jerawat yang di tinggalkan terkadang membuat krisis percaya diri penderitanya. Satu hal yang pasti usaha untuk mengatasi penyakit ini sudah banyak yang membahas nya mulai dari metode ilmiah sampe ke tradisional, nah yang ingin saya sampaikan disini sebelum kita mencari tahu solusi untuk mengatasi dan menghilangkan jerawat ada baiknya kita mengetahui lebih dulu penyebab dan jenis – jenis jerawat yang datang menghampiri anda agar kita bisa mencegahnya datang kembali dan menghilangkan bekas jerawat yang di tinggalkan.
Penyebab Jerawat
1. Adanya sumbatan lapisan kulit mati pada pori-pori yang terinfeksi.
2. Produksi minyak oleh kelenjar minyak yang terlalu berlebihan.
3. Faktor keturunan/ genetik
4. Faktor hormonal ketika seorang anak menginjak remaja (masa puber).
5. Adanya iritasi kulit.
6. Sedang mengalami stress.
7. Menggunakan alat kontrasepsi seperti Pil KB, dan lain sebagainya.
Jenis-Jenis Jerawat
1. Jerawat Klasik (Jerawat biasa)
Tampilannya mudah dikenali yaitu tonjolan kecil berwarna pink atau kemerahan. Penyebab umumnya adalah stres, hormon dan udara lembap pemicu kulit memproduksi minyak yang menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Akibatnya pori-pori tersumbat karena terinfeksi dengan bakteri.
Pencegahan dan  Pengobatan
Gunakan sabun wajah yang mengandung benzoyl-peroxida, atau sabun sulfur untuk membunuh bakteri-bakteri penyebab jerawat.Bila dengan obat jerawat yang dijual bebas tidak berhasil, pergilah ke dokter kulit untuk memeriksakannya sekaligus mendapatkan resep obat jerawat yang mengandung vitamin A derivatif seperti Retin-A.
Untuk mengurangi peradangan dan membunuh bakteri, pakailah obat jerawat yang mengandung benzoyl-peroksida.
Salep obat yang mengandung antibiotik seperti Garamicyn (bisa dibeli bebas) salah satunya, bisa dicoba. Salep ini bisa membunuh bakteri dan mengurangi pembengkakan juga peradangan.
2. Jerawat Batu/Jerawat Jagung
Bentuknya besar dengan tonjolan yang meradang hebat, berkumpul hampir di seluruh area wajah (berbeda dengan jerawat biasa yang terdapat hanya di salah satu bagian wajah). Jerawat ini sering membuat penderitanyah hilang kepercaan diri.
Pencegahan dan  Pengobatan
Percuma saja bila Anda menggunakan obat-obat jerawat yang dijual bebas karena tidak akan mampu menangani jerawat jenis ini. Anda harus berkonsultasi pada dokter kulit untuk mengobatinya. Untuk jerawat batu yang hanya satu-dua, penyembuhan yang efektif adalah meminta dokter kulit menyuntik jerawat dengan cortisone, yang membuat jerawat ini sembuh dalam waktu 48 jam.
Cara Menghilangkan Bekas Jerawat
Ada beberapa tips alami di bawah ini yang bisa anda coba salah satunya, yaitu:
Cara 1 : Ambil sepotong ubi kayu. Kupas kulitnya. Buang kulitnya. Bersihkan. Parutkan. Perah untuk dapatkan airnya. Sapukan air perahan pada muka anda yang ada bekas jerawat. Lakukan setiap hari selama seminggu.
Cara 2 : Tumbuk beberapa batang kulit kayu manis dan jadikan serbuk. Campurkan dengan sedikit air. Sapukan pada bekas jerawat. Lakukan selama seminggu.
Cara 3 : Ambil 10 helai daun sireh muda, Bersihkan dan tumbuk lumat. Muka hendaklah dibersihkan dengan air suam dan sapukan sireh pada muka terutama di bagian bekas jerawat. Biarkan kira-kira setengah jam atau hingga kering. Cuci muka bersih-bersih dan lap kering. Lakukan 3 kali seminggu.
Cara 4 : Asah kulit kayu manis dan campurkan dengan madu lebah. Tempelkan pada muka yang meninggalkan bekas jerawat setiap malam. Esoknya, cucilah dengan air suam/hangat kuku.
Cara 5 : Sebelum mandi, usapkanlah kulit pisang klutuk (batu) yang sudah matang pada kulit wajah. Biarkan sekitar 10 menit, seolah-olah anda sedang dimasker. Setelah itu bilas dengan air teh basi, dan baru mandi, atau cara kedua adalah dengan menghaluskan biji pinang tua, campur dengan air mawar.

Surga Diliputi Perkara Yang Dibenci Jiwa, Neraka Diliputi Perkara Yang Disukai Nafsu


Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Mengenal kosa kata
Huffat: Berasal dari kata al-hafaf (الحَفَاف) yang berarti sesuatu yang meliputi sesuatu yang lain yang berarti surga dan neraka itu diliputi sesuatu. Seseorang tidak akan memasuki surga dan neraka kecuali setelah melewati hijab terebut. Dalam riwayat Bukhari kata huffat diganti dengan kata hujibat (حُجِبَت ) yang berarti tabir, hijab ataupun pembatas dan keduanya memiliki makna sama. Hal ini ditegaskan Ibnul Arabi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.
Al-Jannah: Kampung kenikmatan.
Al-Makarih: Perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) berupa ketaatan dan ketundukan terhadap aturan-aturan Allah Ta’ala.
An-Nar: Kampung siksaan dan adzab.
Asy-Syahawat: Nafsu yang condong kepada kejelekan-kejelekan.
Penjelasan ulama tentang hadits ini
Saudariku, semoga Allah merahmatimu. Agar lebih memahami makna hadits diatas alangkah baiknya kita simak penuturan Imam Nawawi rahimahullah berikut ini,
Para ulama mengatakan,’Hadits ini mengandung kalimat-kalimat yang indah dengan cakupan makna yang luas serta kefasihan bahasa yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Sehingga beliau membuat perumpamaan yang sangat baik dan tepat. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi surga dan neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai kedalamnya. Tabir surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat. Diantara amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Ta’ala serta menekuninya, bersabar disaat berat menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bershadaqah, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya. Sementara perkara yang menghiasi neraka adalah perkara-perkara yang disukai syahwat yang jelas keharamannya seperti minum khamr, berzina, memandang wanita yang bukan mahramnya (tanpa hajat), menggunjing, bermain musik dan yang lainnya. Adapun syahwat (baca:keinginan) yang mubah maka tidak termasuk dalam hal ini. Namun makruh hukumnya bila berlebih-lebihan karena dikhawatirkan akan menjerumuskan pada perkara-perkara haram, setidaknya hatinya menjadi kering atau melalaikan hati untuk melakukan ketaatan bahkan bisa jadi hatinya menjadi condong kepada gemerlapnya dunia.”(Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Asy-Syamilah).
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari berkata,
“Yang dimaksud dengan al-makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Ta’ala. Penggunaan kata al-makarih disini disebabkan karena kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Adapun yang dimaksud syahwat disini adalah perkara-perkara yang dilakukan untuk menikmati lezatnya dunia sementara syariat melarangnya. Baik karena perbuatan tersebut haram dikerjakan maupun perbuatan yang membuat pelakunya meninggalkan hal yang dianjurkan. Seakan akan Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seseorang tidaklah sampai ke surga kecuali setelah melakukan amalan yang dirasa begitu sulit dan berat. Dan sebaliknya seseorang tidak akan sampai ke neraka kecuali setelah menuruti keinginan nafsunya. Surga dan nereka dihijabi oleh dua perkara tersebut, barangsiapa membukanya maka ia sampai kedalamnya. Meskipun dalam hadits tersebut menggunakan kalimat khabar (berita) akan tetapi maksudnya adalah larangan.”(Fathul Baari 18/317, Asy-Syamilah)
Hiasai harimu dengan hadist ini !
Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah memberikan contoh kepada kita bagaimana cara mengaplikasikan hadits ini dalam kehidupan sehari-hari, beliau berkata,
“Kunasehatkan bagi diriku sendiri dan saudaraku sekalian. Jika engkau mendengar adzan telah dikumandangkan ‘hayya alash shalah hayya ‘alal falah’ namun jiwamu merasa benci melaksanakannya, mengulur-ulur waktu dan merasa malas. Ingatkan dirimu tentang hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci jiwa.
Jika kewajiban membayar zakat telah tiba dan jiwamu merasa malas mengeluarkannya serta membagikannya kepada fakir miskin maka ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Jika waktu puasa telah tiba sementara jiwamu merasa enggan menunaikannya, ingatkan dirimu degan hadits ini. Sungguh surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Begitu juga ketika jiwamu merasa malas untuk berbakti kepada orang tua, enggan berbuat baik kepada keduanya dan merasa berat memenuhi hak-haknya, ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa”.
Beliau hafidzahullah juga berkata, “Sebaliknya ketika jiwamu condong kepada perbuatan-perbuatan keji,zina dan perbuatan haram maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diiputi perkara-perkara yang disenangi syahwat. Ingatkan pula jika sekarang engkau lakukan perbuatan ini maka kelak engkau akan masuk neraka.
Jika jiwamu tergoda dengan perbuatan riba, maka ingatkan dirimu bahwa Allah dan rasulNya telah mengharamkannnya dan pelakunya kelak akan masuk neraka.
Begitu juga ketika jiwamu sedang ketagihan minum minuman keras dan minuman haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat.
Ketika jiwamu merasa rindu mendengarkan musik, lagu-lagu dan nyanyian-nyanyian yang telah Allah haramkan atau ketika kedua matamu mulai condong melihat sesuatu yang Allah haramkan berupa vcd-vcd porno, gambar-gambar porno dan pemandangan haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat
Jika engkau selalu menerapkan hadits ini dalam sendi-sendi kehidupanmu dan berusaha menghadirkannya setiap saat maka dengan ijin Allah engkau akan bisa menjauhi perbuatan haram dan memudahkanmu menjalankan ketaatan kepadaNya.”(Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah)
Ingatlah, jiwa manusia itu condong pada kejelekan
Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Sesungguhnya jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Ath-Thabari berkata tentang ayat ini, “Jiwa yang dimaksudkan adalah jiwa para hamba, ia senantiasa memerintahkan pada perkara-perkara yang disenangi nafsu. Sementara hawa nafsu itu jauh dari keridhaan Allah Ta’ala.”(Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Asy-Syamilah)
Saudariku, perhatikanlah nasehat Ibnul Jauzi rahimahullah berikut,
“Ketahuilah, semoga Allah mamberikan taufiq kepadamu. Sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36, Asy-Syamilah)
Hadits penjelas
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwassalam bersabda,
“Ketika surga dan neraka diciptakan, Allah Ta’ala mengutus Jibril ‘alaihissalam pergi ke surga seraya berfirman, ‘Lihatlah ia dan perhatikanlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduknya kelak!”
Nabi shallallahu’alaihi wasallam melanjutkan, “Jibril pun mendatangi, melihat dan memperhatikan segala nikmat yang Allah sediakan bagi penduduk surga. Kemudian Jibril kembali kepada Allah seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang berita surga kecuali ingin memasukinya’.
Kemudian Allah memerintahkan surga sehingga ia diliputi perkara-perkara yang dibenci (jiwa). Lalu Allah Ta’ala memerintahkan Jibril, ‘Kembalilah kepadanya dan lihatlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduk surga!’ Maka Jibrilpun kembali ke surga dan ia temui bahwasanya surga telah diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa manusia. Kemudian Jibril menadatangi Allah Ta’ala seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang bisa memasukinya!’
Lalu Allah memerintahkan,’Pergilah ke neraka, lihatlah dan perhatikanlah siksaan yang Aku sediakan bagi penghuninya kelak!’ Maka ketika dineraka terdapat api yang  menyala-nyala dan bertumpuk-tumpuk , Jibril kembali kepada Allah Ta’ala dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu tidak ada seorangpun yang ingin memasukinya.’ Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan agar neraka dipenuhi dengan perkara-perkara yang disukai syahwat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kembalilah padanya!’ Jibrilpun kembali ke neraka dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu, aku khawatir tidak ada seorangpun dari hambaMu yang bisa selamat dari siksaan neraka.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih” . Begitupula Syaikh Al-Albani menilai hadits ini hasan shahih.(Sunan At-Tirmidzi, Asy-Syamilah)
Saudariku, akhirnya kami hanya bisa berdoa semoga kita semua dimasukkan Allah Ta’ala menjadi golongan penghuni surgaNya yang tertinggi dan dijauhkan dari segala jalan yang mengantarkan kita ke nerakaNya.

اَللّهُمَّ إِنِّى أَ سْئَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَملٍ وَ أَعُوْ ذُبِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَمَلٍ
Ya Allah…aku memohon kepadamu surga dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepadamu dari siksaan neraka dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.” (Musnad Imam Ahmad)
Washallahu’ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasallam
Penulis : Ummu Fatimah Umi Farikhah

Tata Cara Mandi Haid dan Mandi Junub


Diringkas dari majalah As Sunah Edisi 04/Th.IV/1420-2000, oleh Ummu ‘Athiyah
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Haid adalah salah satu najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah sholat dan puasa (pembahasan mengenai hukum-hukum seputar haidh telah disebutkan dalam beberapa edisi yang lalu), maka setelah selesai haidh kita harus bersuci dengan cara yang lebih dikenal dengan sebutan mandi haid.

Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:
تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ
“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).”
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:
تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ
“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332)
An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).
Syaikh Mushthafa Al-’Adawy berkata: “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan rambut atau tidak.Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib-tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).
Maka wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ringkasnya sebagai berikut:
  1. Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya.
  2. Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
  3. Menyiramkan air ke badannya.
  4. Mengambil secarik kain atau kapas(atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.
TATA CARA MANDI JUNUB BAGI WANITA
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:
كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ
“Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)
Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena junub, berdasarkan hadits berikut:
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:
قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن
Aku (Ummu Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?” Beliau bersabda: “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (Hadits Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)
Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita adalah:
  1. Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan).
  2. Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
  3. Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
  4. Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.
  5. Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.
Tata cara mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib, akan tetapi disukai karena diambil dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apabila dia mengurangi tata cara mandi sebagaimana yang disebutkan, dengan syarat air mengenai (menyirami) seluruh badannya, maka hal itu telah mencukupinya. Wallahu A’lam bish-shawab.

Hukum Menyusui Di Depan Mahram


Pertanyaan pertama
Banyak diantara wanita, dimana lelaki mahramnya, seperti bapak, saudara, atau paman, yang melihat buah dadanya ketika si wanita tersebut menyusui anaknya. Apakah ini diperbolehkan? Mohon penjelasannya?
Jawaban Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah
Batasan aurat wanita dengan para lelaki mahramnya sebagaimana batasan aurat antar-sesama wanita. Berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْأِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS. An-Nur: 31)
Hanya saja, tidak selayaknya seorang wanita menampakkan buah dadanya ketika menyusui anak, sementara di sekitarnya ada banyak lelaki. Kecuali jika yang ada hanya bapaknya, atau wanita tersebut sudah tua, sementara lelaki yang berada di dekatnya hanya anaknya. Karena wanita yang menampakkan buah dadanya di depan mahramnya, dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sementara nafsu senantiasa memerintahkan kejelekan, dan setan mengalir di pembuluh darah manusia.
Oleh karena itu, jika seorang wanita harus menyusui anaknya, sementara di sekitarnya banyak lelaki mahramnya, hendaknya dia tutupi bagian dadanya dengan jilbabnya, sehingga tidak ada seorang-pun yang melihatnya.
Al-Liqa’ as-Syahri, no. 27 Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin.
Sumber: http://audio.islamweb.net/audio/index.php?page=FullContent&audioid=112262#p40921
Pertanyaan kedua,
Apa batasan aurat wanita di depan mahramnya?
Keterangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Dalam masalah ini ada rincian dari para ulama. Dan para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan: Aurat wanita di hadapan mahramnya adalah antara pusar sampai lutut. Namun pendapat ini kurang tepat. Yang lebih mendekati kebenaran – Allahu a’lam – adalah bagian tubuh yang biasa ditampakkan. Seperti kepala, leher, anting, atau hasta, tangan, dua telapak tangan, kaki, betis bagian bawah, dan anggota badan yang umumnya terbuka di hadapan mahram dan di dalam rumah. Inilah pendapat yang lebih kuat. Karena yang lebih utama adalah menutupi selain anggota tubuh di atas, kecuali jika ada kebutuhan, seperti menyusui. Menampakkan buah dada ketika menyusui anaknya di depan mahramnya, seperti saudara, paman, atau yang lainnya, tidaklah kami anggap sebagai perbuatan dosa….
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/18213
Titik perselisihan
Dijelaskan oleh Dr. Ajil Jasim an-Nasymi
Diharamkan melihat dada wanita mahram, mekipun lelaki itu adalah bapaknya atau saudaranya. Ini adalah pendapat madzhab Malikiyah dan Hambali. Batas aurat bagi mahram adalah selain yang umumnya kelihatan ketika seorang wanita di rumah, meliputi: hasta, rambut, ujung kaki, dan tidak boleh melihat payudara dan betisnya. Sementara Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bolehnya mahram melihat dada dan payudara. Hanya saja, mereka mensyaratkan bolehnya hal itu jika aman dari fitnah.
Titik perselisihan para ulama dalam memberikan batasan aurat yang dibolehkan untuk mahram disebabkan perbedaan dalam menafsirkan firman Allah
ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن أو آباء بعولتهن
“Janganlah para wanita menampakkan ziinah (tempat hiasan) mereka kecuali kepada suaminya, bapaknya, bapak suaminya (mertuanya), …” (QS. An-Nur: 31)
Mereka berselisih pendapat tentang batasan ziinah (tempat hiasan) di ayat di atas. Barangkali, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat Malikiyah dan Hambali, yaitu terlarangnya melihat bagian tubuh wanita, kecuali yang biasa terlihat di rumah. Ini dalam rangka menutup celah timbulnya fitnah dan syahwat, terutama selain bapak dan saudara.
Sumber: http://www.dr-nashmi.com/fatwa/index.php?module=fatwa&id=962
Dr. Ajil Jasim an-Nasymi merupakan salah satu ahli fiqh dari Kuwait, yang menempuh pendidikan doktoral dalam bidang ushul fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir.
Tarjih
Pendapat yang lebih mendekati dalam masalah ini adalah tidak bolehnya seorang wanita menampakkan payudaranya di hadapan mahram. Karena potensi timbulnya syahwat antara satu mahram dengan yang lainnya tidaklah sama.
Al-Qurthubi menjelaskan firman Allah di surat an-Nur, ayat 31:
Ketika Allah menyebutkan suami, kemudian Allah menyebutkan beberapa mahram dan Allah menyamakan batasan untuk mereka semua dalam menampakkan ziinah (aurat wanita). Hanya saja, tingkatan mahram berdasarkan gejolak dalam jiwanya, berbeda-beda. Sebagaimana tidak diragukan bahwa menampakkan aurat wanita di depan bapak atau saudaranya jelas lebih aman dibandingkan menampakkan aurat di hadapan anak tirinya. Karena itu, dibedakan batas membuka aurat untuk masing-masing. Bisa jadi boleh ditampakkan di depan bapak, sementara tidak boleh ditampakkan di hadapan anak tiri. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Qurtubi, 12/232)
Setelah membawakan keterangan Qurthubi, Syaikh Muhammad Soleh Munajid menyatakan:
Berdasarkan hal ini, wajib bagi seorang wanita untuk menutupi payudaranya ketika hendak menyusui anaknya, pada saat ada salah satu mahramnya.
Sumber: http://www.islamqa.com/ar/ref/113287
Allahu a’lam

Menikahi Wanita Yang Kurang Cantik Dengan Niat Ibadah


Pertanyaan:
Saya seorang yang sudah menikah dan usiaku 35 tahun. Saya ingin menikah lagi dengan seorang wanita berusia 40 tahun, kurang cantik. Karena saya mengira bisa mendapatkan pahala dengan menikahinya, karena dia seorang janda. Saya menikahinya ikhlas di jalan Allah, agar memenuhi kebutuhan muslimah yang menjaga kesuciannya. Apakah sikap saya dibenarkan?
Jawab:
Alhamdulillah, was shalatu was salamu ‘alaa Rasulillah, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi, amma ba’du:
Jika anda mampu menikah lagi dan sanggup bersikap adil terhadap istri-istri anda maka tidak ada masalah bagi anda untuk menikahinya. Kemudian keinginan anda untuk menikahi wanita yang sudah tua, kurang cantik, dalam rangka mewujudkan keinginannya dan memenuhi kebutuhannya maka tindakan anda dengan niat semacam ini akan mendapatkan pahala yang besar, insyaaAllah. Sikap anda memilih wanita tersebut termasuk salah satu bentuk zuhud yang terpuji.
Abu Thalib al-Makki mengatakan:
“Sanggup mencintai wanita yang agak kurang dari sisi fisik, wajah tidak cantik, dan sudah lanjut usia, termasuk salah satu bentuk zuhud.”
Abu Sulaiman pernah mengatakan:
“Zuhud ada pada semua aspek. Termasuk sikap seorang lelaki yang menikahi wanita tua atau yang penampilannya tidak menarik, dalam rangka zuhud terhadap dunia.”
Malik bin Dinar mengatakan:
“Tidak dilarang bagi kalian untuk menikahi wanita yatim. Dia akan mendapatkan pahala ketika dia memberi makan dan pakaian kepadanya. Dia wanita yang ringan belanjanya, rela dengan harta yang sedikit. Dari pada menikahi wanita putri orang kaya – wanita yang merasakan kemegahan dunia – maka dia menjadi beban suami, karena ingin mendapatkan semua yang dia inginkan. Dia meminta pakaian model ini, belikan selimut sutera, sehingga rontok sudah agamanya.”
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, lebih memilih wanita yang buta sebelah, dari pada saudari wanita ini yang sehat dan cantik. Ketika beliau ditawari, Imam Ahmad betanya: “Siapa yang lebih pandai?” Dijawab: Yang buta. Kemudian Imam Ahmad mengatakan: “Nikahkan aku dengannya.” Dan terkadang, menikahi wanita yang rendah (bukan anak orang penting), ada yang cacat fisiknya, dalam rangka menyenangkan hatinya, karena wanita semacam ini tidak dicintai, termasuk ibadah bagi hati, dalam berinteraksi dengan orang yang dicintai.
Allahu a’lam

Siapakah yang Ukhti Pilih?


Penyusun: Ummu Muhammad (Bulletin Zuhairoh)
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar
Menikah, satu kata ini akan menjadi sesuatu yang sangat berarti bagi pemuda ataupun pemudi yang sudah mencapai usia remaja. Remaja yang sudah mulai memiliki rasa tertarik dengan lawan jenisnya, akan memperhatikan pasangan yang diimpikan menjadi pasangan hidupnya. Sejenak waktu, hatinya akan merenda mimpi, membayangkan masa depan yang indah bersamanya.

Saudariku muslimah yang dirahmati Allah, tentu kita semua menginginkan pasangan hidup yang dapat menjadi teman dalam suka dan duka, bersama dengannya membangun rumah tangga yang bahagia, sampai menapaki usia senja, bahkan menjadi pasangan di akhirat kelak. Tentu kita tidak ingin bahtera tumah tangga yang sudah terlanjur kita arungi bersama laki-laki yang menjadi pilihan kita kandas di tengah perjalanan, karena tentu ini akan sangat menyakitkan, menimbulkan luka mendalam yang mungkin sangat sulit disembuhkan, baik luka bagi kita maupun bagi buah hati yang mungkin sudah ada. Lagipula, kita mengetahui bahwa Allah Ta’ala, Robb sekaligus Illah kita satu-satunya sangat membenci perceraian, meskipun hal itu diperbolehkan jika memang keduanya merasa berat. “Mencegah lebih baik daripada mengobati.” Itulah slogan yang biasa dipakai untuk masalah kesehatan. Dan untuk masalah kita ini, yang tentunya jauh lebih urgen dari masalah kesehatan tentu lebih layak bagi kita untuk memakai slogan ini, agar kita tidak menyesal di tengah jalan.
Saudariku muslimah, sekarang banyak kita jumpai fenomena yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan hati. Banyak dari saudari-saudari kita yang terpesona dengan kehidupan dunia, sehingga timbul predikat ‘cewek matre’, yaitu bagi mereka yang menyukai laki-laki karena uangnya. Ada juga diantara saudari kita yang memilih laki-laki hanya karena fisiknya saja. Ada juga diantara mereka yang menyukai laki-laki hanya karena kepintarannya saja, padahal belum tentu kepintarannya itu akan menyelamatkannya, mungkin justru wanita itu yang akan dibodohi.
Sebenarnya tidak mengapa kita menetapkan kriteria – kriteria tersebut untuk calon pasangan kita, namun janganlah hal tersebut dijadikan tujuan utama, karena kriteria-kriteria itu hanya terbatas pada hal yang bersifat duniawi, sesuatu yang tidak kekal dan suatu saat akan menghilang. Lalu bagaimana solusinya ? Saudariku, sebagai seorang muslim, standar yang harus kita jadikan patokan adalah sesuatu yang sesuai dengan ketentuan syariat. Karena hanya dengan itu kebahagian hakiki akan tercapai, bukan hanya kebahagian dunia saja yang akan kita dapatkan, tapi kebahagiaan akhirat yang kekal pun akan kita nikmati jika kita mempunyai pasangan yang bisa diajak bekerjasama dalam ketaatan kepada Allah.
Diantara kriteria-kriteria yang hendaknya kita utamakan antara lain:
1. Memilih calon suami yang mempunyai agama dan akhlak yang baik, dengan hal tersebut ia diharapkan dapat melaksanakan kewajiban secara sempurna dalam membimbing keluarga, menunaikan hak istri, mendidik anak, serta memiliki tanggung jawab dalam menjaga kehormatan keluarga.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Jika datang melamar kepadamu orang yang engkau ridho agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dengannya, jika kamu tidak menerimanya, niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Seorang laki-laki bertanya kepada Hasan bin ‘Ali, “Saya punya seorang putri, siapakah kiranya yang patut jadi suaminya ?” Hasan bin ‘Ali menjawab, “Seorang laki-laki yang bertaqwa kepada Allah, sebab jika ia senang ia akan menghormatinya, dan jika ia sedang marah, ia tidak suka zalim kepadanya.”
2. Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang fasiq, yaitu orang yang rusak agama dan akhlaknya, suka berbuat dosa, dan lain-lain.
“Siapa saja menikahkan wanita yang di bawah kekuasaanya dengan laki-laki fasiq, berarti memutuskan tali keluarga.” (HR. Ibnu Hibban, dalam Adh-Dhu’afa’ & Ibnu Adi)
Ibnu Taimiyah berkata, “Laki-laki itu selalu berbuat dosa, tidak patut dijadikan suami. Sebagaimana dikatakan oleh salah seorang salaf.” (Majmu’ Fatawa 8/242)
3. Laki-laki yang bergaul dengan orang-orang sholeh.
4. Laki-laki yang rajin bekerja dan berusaha, optimis, serta tidak suka mengobral janji dan berandai-andai.
5. Laki-laki yang menghormati orang tua kita.
6. Laki-laki yang sehat jasmani dan rohani.
7. Mau berusaha untuk menjadi suami yang ideal, diantaranya: Melapangkan nafkah istri dengan tidak bakhil dan tidak berlebih-lebihan; memperlakukan istri dengan baik, mesra, dan lemah lembut; bersendau gurau dengan istri tanpa berlebih-lebihan; memaafkan kekurangan istri dan berterima kasih atas kelebihannya; meringankan pekerjaan istri dalam tugas-tugas rumah tangga; tidak menyiarkan rahasia suami istri; memberi peringatan dan bimbingan yang baik jika istri lalai dari kewajibannya; memerintahkan istri memakai busana muslimah ketika keluar; menemani istri bepergian; tidak membawa istri ke tempat-tempat maksiat; menjaga istri dari segala hal yang dapat menimbulkan fitnah kepadanya; memuliakan dan menghubungkan silaturahim kepada orang tua dan keluarga istri; memanggil istri dengan panggilan kesukaannya; dan yang terpenting bekerjasama dengan istri dalam taat kepada Allah Ta’ala.
Satu hal yang perlu kita ingat saudariku, bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna. Jangan pernah membayangkan bahwa laki-laki yang sholeh itu tidak punya cacat & kekurangan. Tapi, satu hal yang tidak boleh kita tinggalkan adalah ikhtiar dengan mencari yang terbaik untuk kita, serta bertawakal kepada Allah dengan diiringi do’a.

Aurat Wanita di Depan Mahramnya (Bagian 1)


Aurat adalah kemaluan dan semua hal yang dapat menimbulkan rasa malu apabila terlihat. Aurat merupakan perhiasan yang wajib ditutupi dari orang-orang yang tidak berhak untuk melihatnya dan atau menikmatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kepada kita bahwa,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، وَبِأَنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِـهَا اسْتَشْـرَ فَهَا الشَّيْـطَانُ
“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi no. 1173, Ibnu Khuzaimah III/95 dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir no. 10115, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)
Imam al-Mubarakfuri rahimahullah berkata ketika mengomentari hadits di atas, “Dijadikan diri wanita sebagai aurat karena jika wanita muncul maka ia akan merasa malu, sebagaimana ia merasa malu melihat aurat manakala terbuka. Sehingga dikatakan bahwa maknanya wanita itu memiliki aurat.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi III/237 dan Syarah al-Arba’un al-Uswah no. 32)
Karena itu, kita sebagai kaum wanita haruslah menaruh perhatian yang besar terhadap masalah ini. Hanya saja, Allah ta’ala telah memberikan pengecualian mengenai larangan menampakkan aurat kepada beberapa orang yang menjadi mahram kita. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
وَلاَ يُبْـدِيْنَ زِيْنَتَـهُـنَّ إِلاَّ لِبُعُو لَتِهِنَّ أَو ءَابَآ ئِهِنَّ أَو ءَابَآءِ بُعُو لَتِهِنَّ أَو أَبْنَآئِهِنَّ أَو أَبْنَآءِ بُعُو لَتِهِنَّ أَو إِخْوَنِهِنَّ أَو بَنِى إِخْوِنِهِنَّ أَو بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَو نِسَآئِهِنَّ أَو مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِيْنَ غَيْرِ أُولِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَو الطِّـفْـلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ ۖ
“… dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (Qs. An-Nuur: 31)
Kita telah memahami maksud larangan menampakkan perhiasan wanita di depan yang bukan mahramnya, lalu bagaimana maksud dan aplikasi pengecualian ini terhadap orang-orang yang menjadi mahram kita? Adakah batasan aurat yang boleh ditampakkan di depan mahram?
Batasan Aurat (Perhiasan) Wanita yang Boleh Tampak di Depan Mahram
Dari artikel sebelumnya, (Lihatlah Siapa Mahrammu 1, Lihatlah Siapa Mahrammu 2) kita telah mengetahui siapa saja yang termasuk mahram, dan siapa yang tidak termasuk mahram. Dalam surat an-Nuur ayat 31, Allah ta’ala membolehkan mahram melihat bagian-bagian dari perhiasan seorang wanita yang tidak boleh ditampakkan pada laki-laki yang bukan mahram. Hal ini dikarenakan keadaan darurat yang mendorong terjadinya percampur-bauran di antara mereka mengingat adanya hubungan kekerabatan dan amannya mereka (para mahram) dari fitnah. [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/157)]
Secara garis besar, ada dua pendapat ulama yang masyhur (populer) tentang batasan yang boleh dilihat oleh mahram, yaitu:
Pendapat pertama: Mahram boleh melihat seluruh tubuh wanita, kecuali bagian di antara pusar dan lutut, dan inilah pendapat kebanyakan ulama. [Lihat al-Mabsuuth (X/149), al-Majmuu' Fataawaa Ibn Taimiyah (XVI/140), Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/158)]
Pendapat tersebut didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَإِذَا أَنْكَحَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَو أَجِيرَهُ فَلاَ يَنْظُرَنَّ إِلَى شَيْءٍ مِنْ عَورَتِهِ، فَإِنَّ مَا أَسْفَلَ مِنْ سُرَّتِهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ مِنْ عَوْرَتِهِ .
“Jika salah seorang di antara kalian menikahkan hamba sahaya atau pembantunya, maka jangan sekali-kali ia melihat sedikit pun dari auratnya. Karena apa yang ada di bawah pusar hingga lutut adalah aurat.” [Hadits hasan. Riwayat Ahmad (II/187) dan Abu Dawud (no. 495)]
Meskipun jika dilihat dari matan (redaksi) nya, hadits tersebut ditujukan kepada kaum lelaki, namun hadits tersebut berlaku juga bagi kaum wanita karena kaum wanita adalah saudara sekandung/belahan bagi kaum lelaki. Wanita belahan laki-laki maksudnya adalah masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama dalam syariat, termasuk diantaranya adalah batasan aurat, menurut pendapat dia atas.
Diriwayatkan pula dari Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu,
ذَخَلْتُ أَنَا وَأَخُو عَائِشَةَ عَلَى عَائِشَةَ فَسَأَلَهَا أَخُوهَا عَنْ غُسْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَدَعَتْ بِإِنَاءٍ نَحْوًا مِنْ صَاعٍ فَاغْتَسَلَتْ وَأَفَاضَتْ عَلَى رَأْ سِهَا وَبَيْنَنَا وَبَيْنَهَا حِجَابٌ .
“Aku dan saudara ‘Aisyah datang kepada ‘Aisyah, lalu saudaranya itu bertanya kepadanya tentang mandi yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas ‘Aisyah meminta wadah yang berisi satu sha’ (air), kemudian ia mandi dan mengucurkan air di atas kepalanya. Sementara antara kami dan beliau ada tabir.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 251) dan Muslim (no. 320)]
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Yang nampak dari hadits tersebut adalah bahwa keduanya (yakni Abu Salamah dan saudara ‘Aisyah) melihat apa yang dilakukan oleh ‘Aisyah pada kepala dan bagian atas tubuhnya, dimana itu adalah bagian yang boleh dilihat oleh seorang mahram, dan ‘Aisyah adalah bibinya Abu Salamah karena persusuan, sementara ‘Aisyah meletakkan tabir untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, karena bagian tersebut adalah bagian yang tidak boleh dilihat oleh mahram.” [Lihat Fat-hul Baari (I/465)]
Sehingga, kesimpulan dari pendapat pertama adalah mahram boleh melihat seluruh tubuh wanita, kecuali bagian antara pusar hingga lutut.
Pendapat kedua: Seorang mahram hanya boleh melihat anggota tubuh wanita yang biasa nampak, seperti anggota-anggota tubuh yang terkena air wudhu’. [Lihat Sunan al-Baihaqi (no. 9417), al-Inshaaf (VIII/20), al-Mughni (VI/554), al-Majmuu' Fataawaa Ibn Taimiyah (XVI/140) dan Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/159)]
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan wudhu’ secara bersamaan.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 193), Abu Dawud (no. 79), an-Nasa'i (I/57) dan Ibnu Majah (no. 381)]
Hadits di atas difahami sebagai suatu keadaan yang terjadi khusus bagi para istri dan mahram, di mana mahram boleh melihat anggota wudhu’ para wanita. [Lihat Fat-hul Baari (I/465), 'Aunul Ma'bud (I/147) dan Jaami' Ahkaamin Nisaa' (IV/195)]
Kesimpulan dari pendapat kedua adalah bahwa mahram hanya diperbolehkan untuk melihat anggota wudhu’ seorang wanita.

Cinta Sejati Dalam Islam


Makna ‘Cinta Sejati’ terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya? apa itu ‘Cinta Sejati’ dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya?

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos ‘Cinta Sejati‘, dan dibuai oleh impian ‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.
Pada kesempatan ini, saya tidak ingin mengajak saudara menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Dan tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena saya yakin, anda telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, saya ingin mengajak saudara untuk sedikit menyelami: apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Dan cinta model apa yang selama ini menghiasi hati anda?
Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.
Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).
Wah, gimana tuh nasib cinta yang selama ini anda dambakan dari pasangan anda? Dan bagaimana nasib cinta anda kepada pasangan anda? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari.
Anda ingin sengsara karena tidak lagi merasakan indahnya cinta pasangan anda dan tidak lagi menikmati lembutnya buaian cinta kepadanya? Ataukah anda ingin tetap merasakan betapa indahnya cinta pasangan anda dan juga betapa bahagianya mencintai pasangan anda?
Saudaraku, bila anda mencintai pasangan anda karena kecantikan atau ketampanannya, maka saat ini saya yakin anggapan bahwa ia adalah orang tercantik dan tertampan, telah luntur.
Bila dahulu rasa cinta anda kepadanya tumbuh karena ia adalah orang yang kaya, maka saya yakin saat ini, kekayaannya tidak lagi spektakuler di mata anda.
Bila rasa cinta anda bersemi karena ia adalah orang yang berkedudukan tinggi dan terpandang di masyarakat, maka saat ini kedudukan itu tidak lagi berkilau secerah yang dahulu menyilaukan pandangan anda.
Saudaraku! bila anda terlanjur terbelenggu cinta kepada seseorang, padahal ia bukan suami atau istri anda, ada baiknya bila anda menguji kadar cinta anda. Kenalilah sejauh mana kesucian dan ketulusan cinta anda kepadanya. Coba anda duduk sejenak, membayangkan kekasih anda dalam keadaan ompong peyot, pakaiannya compang-camping sedang duduk di rumah gubuk yang reot. Akankah rasa cinta anda masih menggemuruh sedahsyat yang anda rasakan saat ini?
Para ulama’ sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu ‘anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu ‘anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai:
Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.
Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu. Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu ‘anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu.
Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu ‘anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.
Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: “Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?”
Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka ‘Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:
يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.
“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)
Bagaimana saudaraku! Anda ingin merasakan betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi? Ataukah anda mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu?(1)
Tidak heran bila nenek moyang anda telah mewanti-wanti anda agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik: Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri.
Anda penasaran ingin tahu, mengapa kenyataan ini bisa terjadi?
Temukan rahasianya pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. رواه الترمذي وغيره
“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:
كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ
Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).
Dahulu, tatkala hubungan antara anda dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat anda, sehingga anda hanyut oleh badai asmara. Karena anda hanyut dalam badai asmara haram, maka mata anda menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga andapun bersemboyan: Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:
حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ
Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.
Akan tetapi setelah hubungan antara anda berdua telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata anda, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa anda. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangan anda seperti apa adanya. Saat itu anda mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan anda tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Anda mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:
فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة 102
“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)
Mungkin anda bertanya, lalu bagaimana saya harus bersikap?
Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani anda. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan anda kabur dan anda tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.
Mungkin anda kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?
Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه
“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan pada hadits lain beliau bersabda:
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.
“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)
Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.
الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف 67
“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)
Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه
“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)
Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.
Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.
Saudaraku! setelah anda membaca tulisan sederhana ini, perkenankan saya bertanya: Benarkah cinta anda suci? Benarkah cinta anda adalah cinta sejati? Buktikan saudaraku…
Wallahu a’alam bisshowab, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan.
***
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Dipublikasi ulang dari www.pengusahamuslim.com
Footnote:
1) Saudaraku, setelah membaca kisah cinta sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar ini, saya harap anda tidak berkomentar atau berkata-kata buruk tentang sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar. Karena dia adalah salah seorang sahabat nabi, sehingga memiliki kehormatan yang harus anda jaga. Adapun kesalahan dan kekhilafan yang terjadi, maka itu adalah hal yang biasa, karena dia juga manusia biasa, bisa salah dan bisa khilaf. Amal kebajikan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu banyak sehingga akan menutupi kekhilafannya. Jangan sampai anda merasa bahwa diri anda lebih baik dari seseorang apalagi sampai menyebabkan anda mencemoohnya karena kekhilafan yang ia lakukan. Disebutkan pada salah satu atsar (ucapan seorang ulama’ terdahulu):
مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ مَنْ عَابَهُ بِهِ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ
“Barang siapa mencela saudaranya karena suatu dosa yang ia lakukan, tidaklah ia mati hingga terjerumus ke dalam dosa yang sama.”

Memberi Senyuman Kepada Laki-laki Yang Bukan Mahram


Pertanyaan:
Apa hukumnya bila seorang wanita memberi senyuman kepada sekumpulan laki-laki agar mereka merasa bahwa mereka adalah saudara kita dan kita adalah saudara mereka. Apa hukum senyuman wanita kepada laki-laki dan sebaliknya senyuman laki-laki kepada wanita secara umum?
Jawab:
Alhamdulillah,
Pertama,
Kewajiban seorang wanita adalah menutupi wajahnya dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini berdasarkan banyak dalil yang telah disebutkan pada soal jawab no. 11774. Dengan demikian seorang wanita jelas tidak diperbolehkan menebar senyuman kepada laki-laki yang bukan mahram.
Kedua,
Banyak sekali dalil syar’i yang melarang segala sesuatu yang bisa mendatangkan fitnah perempaun bagi laki-laki ataupun sebaliknya.
Diantara larangan tersebut adalah jabat tangan lawan jenis yang bukan mahram, berdua-duan, mendayu-dayukan suara, wanita yang keluar rumah dengan memakai minyak wangi hingga tercium baunya, larangan lainnya adalah laki-laki melihat perempaun dan perempuan melihat laki-laki disertai dengan syahwat. Silakan lihat jawab soal no 84089 tentang dalil-dalilnya.
Adapun senyuman wanita kepada laki-laki yang bukan mahram dengan tujuan sebagaimana yang Anda sebutkan seperti melembutkan hati atau semata-mata berbuat baik maka tindakan ini berkonsekwensi adanya pandangan satu dengan yang lainnya. Hal ini tentu hukumnya terlarang. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ . وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (dari memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. (Qs. Nur 31)
Senyuman semacam ini terkadang membekas di hati. Minimal, seperti halnya pengaruh suara yang dilembutkan hingga terjadilah fitnah yang Allah peringatkan dalam firmanNya,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (Qs Ah Ahzab 32)
Lembaga Fatwa Saudi (Lajnah Daimah Lil Ifta’) pernah ditanya,
Apa hukumnya bila seorang wanita memberi senyuman kepada laki-laki yang bukan mahram tanpa memperlihatkan giginya dan tanpa suara?
Jawab,
Diharamkan bagi seorang wanita menyingkap wajahnya dan memberi senyuman kepada laki-laki yang bukan mahram. Demikian ini dikarenakan bahaya yang ditimbulkannya.
Wabillahittaufiq, washallallahu’ala Nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.
Allajnah addaimah lilbuhuts al’ilmiyyah wal ifta’
Abdul’Aziz bin Abdillah bin Baz…Abdurrazzaq ‘Afifi…Abdullah bin Ghudyan. Demikian nukilan dari Fatawa Allajnah Ad Daimah (17/25)
Adapun (adab) seseorang kepada masyarakat muslim hendaknya ia memuliakan mereka,menghargai dan menghormati mereka tanpa terjatuh pada perkara yang dilarang. Laki-laki tentunya hanya berkumpul dengan laki-laki, sementara Wanita saling tolong menolong sesama wanita. Maka akan Anda dapati banyak sekali muslimah yang membutuhkan perhatian dan kebaikan Anda.
Semoga Allah menambahkan taufiq dan kebenaran pada kami dan Anda.
Wallahua’lam

Ngidam dalam Tinjauan Syariat


Penjelasan Syaikh Muhammad Ali Farkus:
Ngidam (al-wahmu) sudah dikenal secara bahasa, yaitu sesuatu yang diinginkan oleh wanita yang sedang hamil. sebagaimana yang disebutkan al-Jauhari dalam kitab as-Shihah (5:2049), Ibn Atsir dalam an-Nihayah (5:162), dan Ibn Faris dalam Maqayis al-Lughah (6:93) serta beberapa pakar bahasa lainnya.
Akan tetapi, anggapan yang banyak tersebar di masyarakat kita saat ini bahwa wanita hamil yang menginginkan sesuatu, jika tidak dipenuhi keinginannya maka nantinya akan keluar bentuk tertentu dari badan anak yang dilahirkan sesuai dengan yang diinginkan ibunya, (atau anak ini akan menjadi anak yang kurang normal, karena suka mengeluarkan liur). Terkait keyakinan ini, saya belum mengetahui adanya keterangan apapun dalam syariat tentang hakekat ‘bentuk sesuatu yang keluar dari badan bayi’ sebagaimana yang disampaikan. demikian pula saya tidak tahu kebenaran anggapan ini melalui informasi yang sampai kepada saya.
Hanya saja, hal ini terkenal di kalangan para wanita. apabila kita menerima anggapan ini, bahwa jika tidak memenuhi keinginan wanita itu akan menimbulkan dampak buruk maka kita wajib mencegah terjadinya dampak buruk semacam ini, dengan berusaha mewujudkan apa yang diinginkan wanita hamil. ini dalam rangka mengamalkan kaidah:
“Menolak dampak buruk itu lebih diutamakan dari pada mewujudkan satu kemaslahatan.”
Akan tetapi, jika hal ini tidak memberikan dampat buruk maka tidak boleh kita nyatakan hukumnya wajib untuk memenuhi keinginan wanita yang ngidam, selain sebatas untuk mewujudkan rasa kasih sayang antar-suami istri. karena jika hal ini wajib, tentu akan ada dalil yang menjelaskannya dan tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memberikan penjelasan yang jelas karena keterangan semacam ini dibutuhkan dan termasuk perkara yang tersebar di masyarakat. Sementara segala sesuatu yang menimbulkan dampak buruk kepada hamba, pasti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengingatkannya. Karena beliau adalah orang yang telah menunaikan amanah dan menyampaikan risalah… (40 Sualan fi Ahkam al-Maulud, hal. 102 – 103).
Penjelasan Syaikh Munajid
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah…
Pertama, ‘ngidam’ yang dialami oleh wanita yang sedang hamil, terutama di awal kehamilan merupakan fenomena yang diakui secara kedokteran, sebagai salah satu dampak kehamilan…. umumnya wanita yang hamil memiliki tabiat yang aneh di masa awal kehamilannya. Ada yang begitu suka dengan suami dan bau suami, dan ada yang sebaliknya, ada yang suka makan es, bahkan ada yang suka makan arang! Dan kondisi psikologis yang aneh lainnya, yang tidak mungkin bisa disebutkan semuanya… karena itu, selayaknya anggota keluarga memperhatikan keadaan orang hamil yang sedang ngidam, dengan berusaha meminimalisir segala kemungkinan yang akan menimbulkan masalah yang lebih besar.
Kasus ngidam yang terjadi pada wanita hamil ini telah membingungkan ahli medis. Ada berbagai macam komentar dan pendapat yang mereka sampaikan. Mereka kesulitan memahami fenomena semacam ini. Ada sebagian pakar kedokteran yang mnyebutkan bahwa diantara terapi yang mungkin bisa dilakukan adalah menghindari terlalu banyak berpikir atau menginginkan sesuatu.
Apapun itu, ngidam adalah perkara yang hakiki, dan tidak bisa diingkari hal ini terjadi pada kehidupan wanita hamil, juga tidak dinafikan secara medis. Karena itu, bagi anggota keluarga hendaknya memberikan penanganan yang sesuai untuk wanita hamil, dengan catatan, jangan sampai mengizinkan untuk makan makanan yang haram atau yang membahayakan, seperti arang, rambut. Kemudian bisa diarahkan untuk mengkonsumsi makanan yang lain, atau diarahkan untuk bisa dekat dengan suaminya dan anak-anaknya. Karena banyak terjadi perceraian di awal kehamilan, sebabnya adalah suami tidak memahami kondisi istrinya yang sedang ngidam atau tidak mampu memberikan penanganan yang sesuai bagi wanita ngidam.
Kedua, hal terbaik yang bisa kami nasehatkan untuk dijadikan terapi kondisi psikologis bagi wanita ngidam adalah al-Quran. Allah menjadikan al-Quran sebagai petunjuk dan obat. Allah berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَاراً
“Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al-Isra’: 82)
Syaikh as-Sinqithi mengatakan:
Firman Allah dalam ayat ini : [مَا هُوَ شِفَآءٌ ] “menjadi obat”, mencakup semua fungsi obat, baik bagi penyakit hati, seperti keraguan, kemunafikan, dan yang lainnya, maupun untuk badan, dalam bentuk ruqyah. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang shahih tentang sahabat yang meruqyah orang yang tersengat binatang berbisa dengan membacakan surat al-Fatihah. (Adhwaul Bayan, 3: 253)

Allahu a’lam
Sumber: http://www.islamqa.com/ar/ref/108533/%D9%88%D8%AD%D9%85
Beberapa catatan penting yang bisa kita simpulkan dari dua keterangan di atas:
  1. Ngidam bagi wanita hamil bukan hayalan, bukan khurafat, bukan sekedar sugesti, tapi ada dan terbukti secara kenyataan.
  2. Proses ngidam diakui secara kedokteran sebagai reaksi dari awal kehamilan. Hanya saja, untuk sementara ini belum ada kesimpulan yang bisa dijadikan acuan untuk memahami hakekat ngidam.
  3. Islam tidaklah menolak realita. Meskipun tidak terdapat keterangan dari syariat tentang ngidam, bukan berarti bahwa islam menganggap hal itu tidak ada. Dengan demikian, meyakini kebenaran dan keberadaan ‘ngidam’ bukan keyakinan khurafat tanpa dasar. Karena itu, meyakini adanya ngidam tidak termasuk penyimpangan dalam pemahaman.
  4. Mengakaitkan ngidam dengan keinginan jabang bayi atau meyakini adanya dampak yang timbul ketika ngidam tidak dipenuhi, adalah anggapan yang perlu dikritisi. Karena kita tidak boleh meyakini sesuatu tanpa dasar. Meyakini sesuatu tanpa dasar, baik secara syariat, realita, mapun bukti ilmiyah adalah keyakinan khurafat yang terlarang.
  5. Yang lebih penting, hendaknya pihak keluarga, terutama suami memberikan perhatian yang terbaik untuk wanita yang sedang hamil. Terutama pada masa ngidam. Sikap cuek, tidak peduli, tidak perhatian, bisa jadi justru akan menimbulkan masalah baru.
  6. Kita yakin bahwa setan tidak tinggal diam dalam hal ini, mengingat semangat mereka untuk membinasakan anak Adam. Karena itu, bisa jadi ada wanita ngidam untuk hal yang bertolak belakang dengan syariat, seperti ingin makan makanan yang haram atau makanan yang berbahaya. Kewajiban keluarga adalah melarangnya dan tidak boleh dipenuhi. Sebagai solusi bisa diganti dengan sesuatu yang halal.
  7. Ngidam benci suami. Ini satu hal yang tidak diingkari. Karena itu, hendaknya masing-masing berusaha saling memahami dan mencari solusi terbaik.
  8. Syaikh Muhammad al-Munajid ditanya wanita yang sangat benci anaknya ketika ngidam. Baliau mengatakan:
    “Kami tidak heran dengan apa yang terjadi pada ibu terhadap putrinya. Karena itu, selayaknya pihak keluarga memberikan perhatian dan memberikan solusi yang tidak menimbulkan masalah bagi ibu atau menyebabkan hilangnya kasih sayang kepada putrinya atau si ibu menyakiti putrinya. Karena itu, sebagai solusi hendaknya keluarga mencarikan tempat yang sesuai untuk putrinya, selama masa ngidam ibunya.” (islamqa.com)
  9. Terapi dan pengobatan secara syar’i adalah dengan ruqyah.
Allahu a’lam

Istriku Bukan Bidadari, Tapi Aku Pun Bukan Malaikat


Alhamdulillah, salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan sahabatnya.
Anda telah berkeluarga? Bagaimana pengalaman Anda selama mengarungi bahtera rumah tangga? Semulus dan seindah yang Anda bayangkan dahulu?
Mungkin saja Anda menjawab, “Tidak.”
Akan tetapi, izinkan saya berbeda dengan Anda, “Ya,” bahkan lebih indah daripada yang saya bayangkan sebelumnya.

Saudaraku, kehidupan rumah tangga memang penuh dengan dinamika, lika-liku, dan pasang surut. Kadang Anda senang, dan kadang Anda bersedih. Tidak jarang, Anda tersenyum di hadapan pasangan Anda, dan kadang kala Anda cemberut dan bermasam muka.
Bukankah demikian, Saudaraku?
Berbagai tantangan dan tanggung jawab dalam rumah tangga senantiasa menghiasi hari-hari Anda. Semakin lama umur pernikahan Anda, maka semakin berat dan bertambah banyak perjuangan yang harus Anda tunaikan.
Tanggung jawab terhadap putra-putri, pekerjaan, karib kerabat, masyarakat, dan lain sebagainya.
Di antara tanggung jawab yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan Anda ialah tanggung jawab terhadap pasangan hidup Anda.
Sebelum menikah, sah-sah saja Anda sebagai calon suami membayangkan bahwa pasangan hidup Anda cantik rupawan, bangsawan, kaya raya, patuh, pandai mengurus rumah, penyayang, tanggap, sabar, dan berbagai gambaran indah.
Bukankah demikian, Saudaraku?
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Biasanya, seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan: harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, hendaknya engkau lebih memilih wanita yang beragama, niscaya engkau beruntung.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al-Qurthubi menjelaskan makna hadits ini dengan berkata, “Empat pertimbangan inilah yang biasanya mendorong seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Dengan demikian, hadits ini sebatas kabar tentang fakta yang terjadi di masyarakat, dan bukan perintah untuk menjadikannya sebagai pertimbangan. Secara tekstual pun, hadits ini menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi seorang wanita dengan keempat pertimbangan itu. Akan tetapi, hendaknya pertimbangan agama lebih didahulukan.”
Keterangan al-Qurthubi ini semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Amr al-’Ash radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
‘Janganlah engkau menikahi wanita hanya karena kecantikan parasnya, karena bisa saja parasnya yang cantik menjadikannya sengsara. Jangan pula engkau menikahinya karena harta kekayaannya, karena bisa saja harta kekayaan yang ia miliki menjadikan lupa daratan. Akan tetapi, hendaklah engkau menikahinya karena pertimbangan agamanya. Sungguh, seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi ia patuh beragama, lebih utama dibanding mereka semua.’” (Hr. Ibnu Majah; oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits yang lemah)
Akan tetapi, sekarang, setelah Anda menikah, terwujudkah seluruh impian dan gambaran yang dahulu terlukis dalam lamunan Anda?
Bila benar-benar seluruh impian Anda terwujud pada pasangan hidup Anda, maka saya turut mengucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat. Bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati atau kecewa.
Saudaraku, besarkan hati Anda, karena nasib serupa tidak hanya menimpa Anda seorang, tetapi juga menimpa kebanyakan umat manusia.
عَنْ أَبِى مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كَمُلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ، وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ، وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ، وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Banyak lelaki yang berhasil menggapai kesempurnaan, sedangkan tidaklah ada dari wanita yang berhasil menggapainya kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Sesungguhnya, kelebihan Aisyah dibanding wanita lainnya bagaikan kelebihan bubur daging [1] dibanding makanan lainnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Saudaraku, berbahagia dan berbanggalah dengan pasangan hidup Anda, karena pasangan hidup Anda adalah wanita terbaik untuk Anda!
Anda tidak percaya? Silakan Anda membuktikannya. Bacalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini, lalu terapkanlah pada istri Anda.
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Tidak pantas bagi lelaki yang beriman untuk meremehkan wanita yang beriman. Bila ia tidak menyukai satu perangai darinya, pasti ia puas dengan perangainya yang lain.” (Hr. Muslim)
Saudaraku, Anda kecewa karena istri Anda kurang pandai memasak? Tidak perlu khawatir, karena ternyata istri Anda adalah penyayang.
Anda kurang puas dengan istri Anda yang kurang pandai mengurus rumah dan kurang sabar? Tidak usah berkecil hati, karena ia begitu cantik rupawan.
Anda berkecil hati karena istri Anda kurang cantik? Segera besarkan hati Anda, karena ternyata istri Anda subur sehingga Anda mendapatkan karunia keturunan yang shalih dan shalihah. Coba Anda bayangkan, betapa besar penderitaan Anda bila Anda menikahi wanita cantik akan tetapi mandul.
Demikianlah seterusnya.
Tidak etis dan tidak manusiawi bila Anda hanya pandai mengorek kekurangan istri, namun Anda tidak mahir dalam menemukan kelebihan-kelebihannya. Buktikan Saudaraku, bahwa Anda benar-benar seorang suami yang berjiwa besar, sehingga Anda peka dan lihai dalam membaca kelebihan pasangan Anda.
Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu peka dan mahir dalam membaca segala hal, termasuk suasana hati istrinya. Aisyah mengisahkan,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً، وَإِذَا كُنْتِ عَلَيَّ غَضْبَى . قَالَتْ: فَقُلْتُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُ ذَلِكَ، فَقَالَ: أَمَّا إِذَا كُنْتِ عَنِّي رَاضِيَةً فَإِنَّكِ تَقُولِيْنَ لاَ وَرَبِّ مُحَمَّدٍ، وَإِذَا كُنْتِ غَضْبَى قُلْتِ لاَ وَرَبِّ إِبْرَاهِيمَ. قَالَتْ: قُلْتُ أَجَلْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَهْجُرُ إِلاَّ اسْمَكَ
“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Sungguh, aku mengetahui bila engkau ridha kepadaku, demikian pula bila engkau sedang marah kepadaku.’ Spontan, Aisyah bertanya, ‘Darimana engkau dapat mengetahui hal itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Bila engkau sedang ridha kepadaku, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Muhammad. Adapun bila engkau sedang dirundung amarah, maka ketika engkau bersumpah, engkau berkata, ‘Tidak, demi Tuhan Ibrahim.’’ Mendengar penjelasan ini, Aisyah menimpalinya dan berkata, ‘Benar, sungguh demi Allah, wahai Rasulullah, ketika aku marah, tiada yang aku tinggalkan, kecuali namamu saja.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
Demikianlah teladan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau begitu peka dengan suasana hati istrinya, sehingga beliau bisa membaca isi hati istrinya dari ucapan sumpahnya. Walaupun Aisyah berusaha untuk menyembunyikan isi hatinya, tetap bermanis muka, senantiasa berada di sanding Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berbicara seperti biasa, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menebak suasana hatinya dari perubahan cara bersumpahnya. Luar biasa, perhatian, kejelian, dan kepekaan yang tidak ada bandingnya.
Tidak mengherankan, bila beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Orang terbaik di antara kalian ialah orang yang terbaik dalam memperlakukan istrinya, dan aku adalah orang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan istriku.” (Hr. At-Tirmidzi)
Bagaimana dengan Anda, Saudaraku? Dengan apa Anda dapat mengenali dan meraba suasana hati pasangan Anda?
Saudaraku, tidak ada salahnya bila sejenak Anda kembali memutar lamunan dan gambaran tentang istri ideal dan idaman yang pernah singgah dalam benak Anda. Selanjutnya, bandingkan gambaran istri idaman Anda dengan gambaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kaum wanita berikut ini,
الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Wanita itu bagaikan tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah, dan bila engkau bersenang-senang dengannya, niscaya engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan ia adalah bengkok.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسْتَقِيمُ لَكَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَلِيقَةٍ وَاحِدَةٍ وَإِنَّمَا هِيَ كَالضِّلَعُ إِنْ تُقِمْهَا تَكْسِرْهَا وَإِنْ تَتْرُكْهَا تَسْتَمْتِعْ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ
“Tidak mungkin istrimu kuasa bertahan dalam satu keadaan. Sesungguhnya, wanita itu bak tulang rusuk. Bila engkau ingin meluruskannya, niscaya engkau menjadikannya patah. Adapun bila engkau biarkan begitu saja, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, (tetapi hendaklah engkau ingat) ia adalah bengkok.” (Hr. Ahmad)
Nah, sekarang, silakan Anda mengorek memori Anda tentang wanita pendamping hidup Anda. Temukan berbagai kelebihan padanya, dan selanjutnya tersenyumlah, karena ternyata istri Anda memiliki banyak kelebihan.
Lalu, bila pada suatu hari Anda merasa tergoda oleh kecantikan wanita lain, maka ketahuilah bahwa sesuatu yang dimiliki oleh wanita itu ternyata juga telah dimiliki oleh istri Anda. Maka, bergegaslah untuk membuktikan hal ini pada istri Anda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ مَعَهَا مِثْلَ الَّذِي مَعَهَا
“Bila engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu! Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal yang dimiliki oleh wanita yang engkau lihat itu.” (Hr. At-Tirmidzi)
Demikianlah caranya agar Anda dapat senantiasa puas dan bangga dengan pasangan hidup Anda. Anda selalu dapat merasa bahwa ladang Anda tampak hijau, sehijau ladang tetangga, dan bahkan lebih hijau.
Selamat berbahagia dengan pasangan hidup yang telah Allah karuniakan kepada Anda. Semoga Allah memberkahi bahtera rumah tangga Anda.
Sebaliknya, sebagai calon istri, Anda juga berhak untuk mendambakan pasangan hidup yang tampan, gagah, kaya raya, pandai, berkedudukan tinggi, penuh perhatian, setia, penyantun, dermawan, dan lain sebagainya.
Betapa indahnya gambaran rumah tangga Anda, dan betapa istimewanya pasangan hidup Anda, andai gambaran Anda ini dapat terwujud. Bukankah demikian, Saudariku?
Saudariku, setelah Anda menikah, benarkah seluruh kriteria suami ideal yang pernah menghiasi lamunan Anda ini terwujud pada pasangan hidup Anda?
Bila benar terwujud, maka saya ucapkan selamat berbahagia di dunia dan akhirat, dan bila tidak, maka tidak perlu berkecil hati.
Besarkan hatimu, wahai Saudariku! Percayalah, bahwa pada pasangan hidup Anda ternyata terdapat banyak kelebihan.
Bila selama ini, Saudari ciut hati karena suami Anda miskin harta, maka tidak perlu khawatir, karena ia penuh dengan perhatian dan tanggung jawab.
Bila selama ini, Saudari kecewa karena suami Anda ternyata kurang tampan, maka percayalah bahwa ia setia dan bertanggung jawab.
Andai selama ini, Saudari kurang puas karena suami Anda kurang perhatian dengan urusan dalam rumah, tetapi ia begitu membanggakan dalam urusan luar rumah.
Juga, andai selama ini, sikap suami Anda terhadap Anda kurang simpatik, maka tidak perlu hanyut dalam duka dan kekecawaan, karena ia masih punya jasa baik yang tidak ternilai dengan harta. Ternyata, selama ini, suami Anda telah menjaga kehormatan Anda, menjadi penyebab Anda merasakan kebahagiaan menimang putra-putri Anda.
Saudariku, Anda tidak perlu hanyut dalam kekecewaan karena suatu hal yang ada pada diri suami Anda. Betapa banyak kelebihan-kelebihan yang ada padanya. Berbahagia dan nikmatilah kedamaian hidup rumah tangga bersamanya.
Berlarut-larut dalam kekecewaan terhadap suatu perangai suami Anda dapat menghancurkan segala keindahan dalam rumah tangga Anda. Bukan hanya hancur di dunia, bahkan berkelanjutan hingga di akhirat kelak.
Saudariku, simaklah peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Agar anda dapat menjadikan bahtera rumah tangga Anda seindah dambaan Anda.
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ، قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Aku diberi kesempatan untuk menengok ke dalam neraka, dan ternyata kebanyakan penghuninya ialah para wanita, akibat ulah mereka yang selalu kufur/ingkar.” Spontan, para shahabat bertanya, “Apakah yang engkau maksud adalah mereka kufur/ingkar kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka terbiasa ingkar terhadap perilaku baik, dan ingkar terhadap jasa baik. Andai engkau berbuat baik kepada mereka seumur hidupmu, lalu ia mendapatkan suatu hal padamu, niscaya mereka begitu mudah berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun darimu.’” (Muttafaqun ‘alaihi)
Anda mendambakan kebahagian dalam rumah tangga?
Temukanlah bahwa kebahagian hidup dan berumah tangga terletak pada genggaman tangan suami Anda. Pandai-pandailah membawa diri, sehingga suami Anda rela membentangkan kedua telapak tangannya, dan memberikan kebahagian berumah tangga kepada Anda.
Percayalah Saudariku, suami Anda adalah pasangan terbaik untuk Anda.
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Bila seorang istri telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadan, menjaga kesucian dirinya, dan taat kepada suaminya, niscaya kelak akan dikatakan kepadanya, ‘Silakan engkau masuk ke surga dari pintu mana pun yang engkau suka.’” (Hr. Ahmad dan lainnya)
Tidakkah Anda mendambakan termasuk orang-orang mukminah yang mendapatkan kebebasan masuk surga dari pintu yang mana pun?
Kunci Keberhasilan Rumah Tangga
Saudaraku, mungkin selama ini Anda bersama pasangan hidup Anda, terus berusaha mencari pola rumah tangga yang dapat mendatangkan kebahagiaan untuk Anda berdua.
Anda berhasil menemukannya?
Bila Anda berhasil, maka saya ucapkan selamat berbahagia. Adapun bila belum, maka segera temukan kunci keberhasilan rumah tangga Anda pada firman Allah berikut,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.” (Qs. al-Baqarah: 228)
Hak pasangan Anda setimpal dengan kewajiban yang ia tunaikan kepada Anda. Semakin banyak Anda menuntut hak Anda, maka semakin banyak pula kewajiban yang harus Anda tunaikan untuknya.
Shahabat Abdullah bin ‘Abbas memberikan contoh nyata dari aplikasi ayat ini dalam rumah tangganya. Pada suatu hari, beliau berkata, “Sesungguhnya, aku senang untuk berdandan demi istriku, sebagaimana aku pun senang bila istriku berdandan demiku, karena Allah Ta’ala telah berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.’
Aku pun tidak ingin menuntut seluruh hakku atas istriku, karena Allah juga telah berfirman,
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
‘Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan satu tingkat daripada istrinya.’” (Hr. Ibnu Abi Syaibah dan ath-Thabari)
Bagaimana dengan dirimu, wahai saudara dan saudariku? Kapankah Anda berdandan? Ketika sedang berada di rumah atau ketika hendak keluar rumah? Selama ini, sejatinya, untuk siapa Anda berdandan? Benarkah Anda berdandan untuk pasangan Anda, ataukah Anda berdandan dan tampil menawan untuk orang lain?
Saudaraku, bahu-membahu, saling melengkapi kekurangan, dan saling pengertian adalah salah satu prinsip dasar dalam membangun rumah tangga. Tidak layak bagi Anda untuk berperan sebagai penonton setia ketika pasangan Anda sedang mengerjakan pekerjaannya. Usahakan sebisa Anda untuk turut menyelesaikan pekerjaannya. Demikianlah, dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dalam rumah tangga beliau.
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan,
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ، فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan sebagian pekerjaan istrinya, dan bila beliau mendengar suara azan dikumandangkan, maka beliau bergegas menuju ke mesjid.” (Hr. Bukhari)
Constance Gager, ketua studi sekaligus asisten profesor di Montclair State University, Montclair, New Jersey, mengadakan penelitian tentang hubungan perilaku suami-istri dengan keromantisan dalam bercinta. Ia mengelompokkan para suami yang menjadi objek penelitiannya ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama adalah suami-suami yang tidak peduli dan jarang membantu pekerjaan istri. Kelompok kedua adalah suami-suami yang sering turut serta dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga istri.
Hasilnya luar biasa! Suami di kelompok kedua, yaitu yang sering membantu pekerjaan istrinya, terbukti lebih romantis dan lebih sering memadu cinta dengan pasangannya. Hubungan yang harmonis dan indah, begitu kental dalam rumah tangga mereka.
Sejatinya, penemuan ini bukanlah hal baru, karena secara logika, suami yang dengan rendah hati membantu pekerjaan istrinya pastilah lebih dicintai oleh istrinya. Tentunya, ini memiliki hubungan erat dengan keromantisan suami-istri dalam bercinta.
Sebaliknya, istri yang peduli dengan pekerjaan suami, pun akan mengalami hal yang sama.
Nah, bagaimana dengan diri Anda, wahai Saudaraku?
Selamat membuktikan resep manjur ini! Semoga berbahagia, dan hubungan Anda berdua semakin romantis dan harmonis.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Wallahu a’lam bish-shawab.

Bolehkan Menikahi Wanita Yang Ayahnya Pegawai Bank


Pertanyaan:
Saya hendak menikahi seorang gadis shalihah yang paham agama. Namun ada masalah besar, ternyata bapaknya direktur bank. Apa yang harus kulakukan?
Jawab:
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah…
Pertama, tidak ada larangan untuk menikahi seorang wanita shalihah, meskipun ayahnya direktur bank. Bahkan, meskipun ayahnya orang kafir. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Ummu Habibah radliallahu ‘anha, padahal bapaknya termasuk salah satu gembong orang musyrik. Bahkan pernikahan semacam ini akan memberikan maslahat yang baik, diantaranya:
  1. Bisa jadi ini menjadi sebab bagi sang bapak untuk mendapatkan hidayah, sehingga dia bersedia meninggalkan pekerjaan di bank.
  2. Dengan menikahi wanita tersebut, akan menyelamatkan wanita tersebut dari kemungkinan menikah dengan lelaki yang agamanya kurang baik.
Kesimpulannya, bahwa wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menikahi wanita yang memahami agama. Sebagaimana disebut dalam hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita umumnya dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Karena itu, pilihlah yang memiliki agama, kalian akan beruntung.” (HR. Bukhari & Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita Shalihah.” (HR. Muslim)
Kedua, untuk harta wanita tersebut, makanan dan minumannya yang bersumber dari gaji hasil riba maka perlu diketahui bahwa gaji pegawai bank hukumnya haram karena cara mendapatkannya, dan bukan haram karena bendanya. Karena itu, hadiah yang diberikan orang tuanya dan makanan yang ada di rumahnya statusnya halal bagi kalian dan haram bagi si pegawai bank. Anda bisa mendapatkan manfaat hartanya dan dia yang akan menanggung dosanya.
Selanjutnya kami nasehatkan kepada anda agar berusaha mengambil hati orang tuanya. Dengan berusaha menyampaikan ucapan yang baik dan menampakkan sikap yang terpuji. Tanpa melupakan untuk mengingatkan hukum Allah terkait dengan pekerjaannya. Semoga Allah membukakan hidayah untuknya dan melapangkan dadanya untuk menerima kebenaran.
Allahu a’lam