Sabtu


Memaknai sebuah bangsa yang beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab, kalimat ini tak asing lagi kita dengar, yang peringatan lahirnya baru saja berlalu. Kalimat ini merupakan Salah satu kalimat yang menjadi tunjuan bangsa sejak proklamsi kemerdekaan kurang lebih 66 tahun yang lalu. dibangun dengan cita-cita besar yang menggelora, berjuang melepaskan diri dari penjajahan, berjuang untuk menegakkan kemerdekaannya dalam keberadaban.
Bangsa yang beradab tentu tidak mendukung eksistensi yang bisa menjatuhkan keberadabannya sebagai bangsa dengan dalih apapun yang kadang muncul dari sekedar sensasi atau bahkan liberalisasi.  Bangsa yang beradab sudah seharusnya tidak mengakui sebuah penyesatan pemikiran atau nilai-nilai yang diagungkan, karena kesesatan itu mempunyai daya rusak yang besar ketika dibiarkan dan akan semakin besar ketika keberadaanya diakui dan akan lebih besar lagi kerusakan yang ditimbulkannya jika dilindungi keberadaannya. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung pengertian adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya.
Kembali pada diri kita, apakah kita sudah menjadi bangsa yang beradab!!!, itu dapat dilihat dari kepatuhan pada hukum dan tata nilai, baik pada hal yang besar maupun yang tampak kecil seperti menghormati orang lain dan memperlakukan orang lain seperti ia ingin diperlakukan. Ketika dicerminkan tujuan bangsa dengan realita kebangsaan saat ini, dapat dikatakan bangsa ini belum berhasil mendidik anak bangsa sepenuhnya untuk menjadi manusia yang beradab. Hal yang besar misalnya korupsiyang merajalela saat ini di Indonesia dan bertindak melanggar hukum karena merasa berkuasa. Hal-hal yang tampaknya kecil misalnya kepatuhan untuk antre meskipun ia orang penting (tetapi justru banyak orang Indonesia tidak mau antre karena merasa dirinya penting).
Selain itu, kepatuhan untuk tidak menyusahkan orang lain, di mana pun dia berada. Contohnya, mematuhi adab berkendaraan dan berlalu lintas, adab untuk tidak membuang sampah sembarangan, serta adab untuk tidak merokok dan menyebarkan asap kepada orang lain. Manusia yang beradab akan merasa malu ketika melanggar aturan atau tata nilai dan akan meminta maaf ketika diingatkan.
Malu, tapi apalah daya, kita perlu bercermin dan melihat kehidupan berbangsa kita ini. Peringatan lahirnya Pancasila baru saja berlalu, tapi apalah daya, jika kita harus menghadapi kenyataan yang pahit ini. Kasus korupsi yang merajalela saat ini, mencerminkan bahwa bangsa ini tidak sesuai dengan tujuannya seperti pada sila ke-2 Kemanusiaan Yang Adil dan beradab. Korupsi melengkapi potrt suram pengadilan, hakim yang seharusnya menegakkan kebenaran, malah membenamkan kebenaran itu jauh lebih ke dalam sehingga tidak terlihat lagi, Mereka yang seharusnya menjadi pelaku kebenaran, dengan ‘memfungsikan’ kedudukan, malah meracuni diri sendiri dengan kekayaan di dunia ini. Memang, uang dapat membuat seseorang menjadi hamba harta. Tak peduli siapapun mereka. Anda mungkin mempunyai kedudukan yang memungkinkan Anda mendapatkan ‘uang lebih’ dari tempat Anda bekerja, mungkin Anda mempunyai akses ke sana, mungkin Anda berada di ‘tempat yang basah’, tapi ingatlah. Kekayaan dunia ini tidak kekal, carilah kekayaan surgawi dan Anda akan mendapatkan segalanya.
MUHAMMAD ANWAR,

UNIVERSITAS HASANUDDIN

1 komentar:

muslim children mengatakan...

itu hanya pendapat kami